Jakarta, BuserTimur = Di tengah lesunya industri perfilman tanah air akibat pandemi Covid-19 dan diberlakukannya PSBB, terlebih dengan belum dibukanya bioskop di tanah air makin membuat dunia film di Indonesia makin terpuruk. Namun demikian tak membuat sejumlah sineas di Indonesia berkecil hati.
Upaya tersebut dilakukan untuk membangkitkan industri film tanah air, salah satunya seperti apa yang dilakukan Produser Hodlif Hun lewat Victory Target Cinema yang akan memproduksi dua Film bergenre Action Sang Petarung dan Jejak Mata Elang.
Menurutnya, guna mewujudkan peran para sineas muda Indonesia Film yang akan di produksinya itu selain banyak mengandung nilai edukasi dan pertarungan bathin yang sangat menyayat hati. Dua film itu juga untuk membangkitkan para Fighter dan Petinju profesional untuk lebih maju di kancah dunia.
"Idenya lahir dari warung kopi yang digagas sang Sutradara kawakan Bung Roy Wijaya. Dia begitu detail dan lugas dalam membuat dua cerita yang berbeda. Karena bagi kami sebenarnya wabah Covid 19 ini bukan menjadi halangan buat kami berkreativitas melahirkan karya-karya terbaik. Cintailah proses bukan protes. Orang pintar butuh proses bukan protes," ungkap Hun kepada wartawan di Jakarta, 16 September 2020.
Sementara itu Sutradara Roy Wijaya nengatakan, bahwa dua film yang akan di garapnya dalam waktu bersamaan mempunyai cerita berbeda. Halnya dengan Film Sang petarung, bukan hanya bagaimana seorang petinju profesional bertarung dalam kancah dunia, tapi film ini juga akan membuka hati dan rasa ketika cinta pergi meninggalkannya.
“Berlatar belakang lelaki muda yang gagah dan perkasa, tinggi semampai dan berbadan tegap ini lahir dari keluarga miskin.
Ayahnya hanyalah seorang penjaga parkir yang akhirnya tewas di tangan para preman yang mengeroyok karena ingin merebut lahan parkirnya.
Sementara itu, ibunya, dengan kepergian sang suami, lalu menjadi buruh rumah tangga, walau dengan perut yang semakin membesar, kala mengandung adiknya perempuan,” ungkap Roy.
Cerita ini kata Roy, bukan hanya bagaimana bertarung dengan baik tapi ada cita-cita yang terlahir karena sebuah dendam atau tekad untuk dapat melindungi orang-orang yang ia sayangi. Meski penderitaan yang bertubi-tubi tak juga kunjung usai, ketika akhirnya ayah angkatnya pun terjerat kasus korupsi.
Rumah dan kendaraannya disita negara. Vonis lima tahun penjara membuatnya depresi berat, dan akhirnya meninggal bersama catatan kelamnya selama menjadi pegawai pemerintah.
Sedangkan cerita Jejak Mata Elang kata Roy mengisahkan tentang Hendrik yang bekerja untuk sebuah perusahaan debt collector atau dikenal dengan istilah mata elang. Ia melakoni pekerjaan ini selama delapan tahun terakhir, dan bekerja sejak pagi hingga petang.
Meski Hendrik berperawakan kurus dan berbeda dari dua temannya yang berbadan besar, ia punya nyali: pernah sekali waktu memberhentikan motor yang dibawa polisi dan tentara karena debiturnya telat membayar angsuran bulanan.
“Ending cerita dari dua Film ini adalah tentang kejujuran dan ketulusan hati. Antara tugas dan perasaan yang tumbuh dengan cinta yang begitu dalam,” pungkasnya. (****)