Oleh Hyronimus Buyanaya
Penulis Adalah Dosen Hukum Undana
Kupang, BuserTimur = Telaahan Kasus Protes Pegawai Negeri Sipil Tehadap Bupati Lembata Akibat Tidak Diakomodir Dalam Pengangkatan Jabatan Strktural.
Sabtu 8 Januari 2022 media tribunnews.com memuat berita dengan topik : Stanislaus Kabesa Langoday, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) jabatan Sekretaris Dinas Infokom Kabupaten Lembata, marah-marah terhadap Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata karena Tidak diangkat DalamJabatan Kepala Dinas.
Beberapa pernyataan tidak puas dari ASN tersebut, antara lain
“masa Piter Demong yang S1, sedangkan saya S2, Saya pangkat lebih besar, lalu Thomas Ola punya otak di mana. Jadi Piter Demong sudah dilantik jadi KADIS KOMINFO; segera kasi keluar saya untuk jadi staf ka apa…Kasi keluar saya, masa Piter demong “perintah saya” Saya minta Pak Sekda dan Bupati tolong kasi keluar saya dpunya nilai, supaya kalaupun saya kalah, kalah terhormatlah. Pak Skda Paskalis Tapobali dan Bupati Thomas Ola, saya hanya butuh nilainya. Stanis Kabesa pada saat lelang jabatan kemarin nilainya paling rendah ataua bagaimana? Kalau nilai saya rendah untuk apa saya protes. Tapi tidak enaklah, masa orang datang, saya ini senior, lalu saya sekretaris Dinas. Eh segera kasi keluar saya ingatkan Pak Sekda dan Pak Bupati, segera kasi keluar saya jadi staf atau di mana saja. Pernyataan protes Stanislaus Kabesa tersebut menggambarkan secara faktual persoalan tentang pengangkatan ASN dalam jabatan struktural.
Pertama, sistem merit dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural, tidak menjadi landasan dalam proses pengangkatan ASN dalam jabatan struktural; Kedua, prinsip demokrasi yakni transparansi tidak diterapkan dalam proses tersebut. Intiny, adalah bahwa akses PNS terhadap informasi pubik terhalangi.
Hakikat dari prinsip transparansi informasi publik adalah tidak terhalangnya akses public terhadap informasi public. Transpaansi informasi public terwujud dalam dua aspek, yakni pertama, hak untuk mendapatkan informasi publik (the rights to get information) dan kedua, hak untuk didengar (right to be heard).
Persoalan mendasar dari protes ASN terhadap Keputusan Bupati Lembata, yakni hubungan Pemerintah (Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak demokratis. Hubungan yang tidak demokratis hakikatnya sebagai konsekwensi dari tidak adanya pengaturan hukum tentang mekanisme/prosedur yang fair dalam proses pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Stanislaus Kabesa Langodai, ASN yang melakukan protes berargumentasi bahwa Keputusan Bupati Thomas Langodai tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural tidak berlandaskan pada sistem merit dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Sebaliknya Bupati berargumentasi klaisk bahwa pengangkatan merupakan wewenang Bupati dan proses ini dilakukan sudah sesuai regulasi.
Penelitian ini untuk mengkaji permasalahan protes ASN dalam proses pengangkatan PNS dalam jabatan struktural dan tindakan Pemerintah dalam bentuk Keputusan Bupati Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural. Kajian/anaisis terhadap persoalan ini dilandaskan pada pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan konseptual dilakukan dengan menelaah konsep-konsep tentang demokrasi yang relevan dengan tindak pemerintahan, baik demokrasi dalam makna kebebasan dan kesetaraan antarmanusia, demokrasi sebagai komunikasi dan demokrasi deliberatf yang bercirikan transparansi dan pelibatan publik dalam proses pengambilan keputusan.. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang melandasi tindak pemerintahan dalam proses pemangkatan PNS dalam jabatan struktural, yakni, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Spil Dalam Jabatan Struktural serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, isu hukum yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah : Prinsip Transparansi Informasi dalam pengambilan Keputusan Bupati Lembata Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Prinsip Transparanasi terwujud dalam bentuk hak mendapatkan informasi (the rights to get information) dan hak untuk didengar pendapat atau keberatan (the right to be heard).
Problem mendasar dari protes PNS Pemda Kabupaten Lembata, yakni terhalang atau ketertutupan akses informasi publik bagi PNS dalam proses pengambilan keputusan Bupati tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Konsekwensinya, terjadi disparitas relasi yang timpang dan yang tidak adil. Disparitas relasi yang timpang dan tidak adil. maka demokrasi dibutuhkan. Karena itu, masalah protes ASN Pemda Kabupaten Lembata dan Keputusan Bupati Lembata tentang Proses Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural dapat dianalisis berdasarkan makna konsep demokrasi yang hakikatnya adalah kebaikan bersama, dan berdasarkan peraturan prundang-undanagan yang relevan.
Demokrasi dalam pandangan Aristoteles, didasarkan pada pandangan filsafat politiknya dengan pengandaian dasar tentang negara dan masyarakat manusia. Bahwa negara adalah sesuatu yang alamiah karena manusia sebagai hakikatnya adalah sesuatu yang alamiah. Dalam makna lain, manusia secara alamiah, dari dalam dirinya terdorong untuk bergabung dan membentuk komunitas politik.
Dengan demikian, negara adalah ciptaan dari alam dan manusia secara alamiah adalah binatang politis yang secara alamiah dalam dirinya terdorong untuk bergabung, hidup bersama manusia lainnya dan membentuk komunitas politik yang dikenal negara. Hakikat pandangan Aristoteles, bahwa dalam negara selalu ada dua kekuasaan, yaitu yang memerintah dan yang diperintah.
Terdapat dua srtuktur kekuasaan, yakni model hubungan tuan-budak dan model hubungan manajemen rumah tangga. Model kekuasaan pertama, hendak menggambarkan bahwa hakikat kekuasaan bersifat timbal balik. Warga membutuhkan negara untuk menjamin bahwa semua kebutuhannya sedapat mungkin dipenuhi. Sebaliknya, penguasa membutuhkan publik untuk melegitimasi kekuasaan atau memberi “alasaan adanya “ kekuasaan itu. Di sini, kepentingan umum atau kebaikan bersama menjadi kontrol bagi kekuasaan. Model kekuasaan yang kedua, hakikatnya tata politik yang demokratis di mana dalam demokrasi, negara bergerak dalam kerangka prinsip kesetaraan antarmanusia. Negara merupakan komunitas politis yang terdiri dari orang-orang bebas, setara dan ditata demi kepentingan bersama.
Wattimena menjelaskan bahwa negara sebagai bentuk komunitas tertinggi dibentuk mengarah pada apa yang dipikirkan baik dan mengarah kepada kebaikan tertinggi sebagai manusia. Tujuan ini tertuang dalam Pasal 1252al-1252a2, yakni Politics that every state is a community of somekind and every community is estabilished with view to some good, for everyone always acts in order to obtain that wich they think good. Tujuan ini hendak menjelaskan bahwa setiap manusia sebagai persoon moral bertindak untuk mencapai apa yang dipikikirkanya. Atas dasar ini, negara sebagai komunitas tertinggi bagi manusia yang setara dan bebas dalam mencapai kebaikan tertinggi.
Menurut Buyanaya ada dua argumentasi pembenar bahwa kebaikan tertinggi yang hanya dicapai melalui negara. Pertama, orang tidak bisa hidup dan berkembang dengan mengandalkan diri sendiri, tanpa membutuhkan orang lain. Kedua, masyarakat adalah kumpulan manusia yang sepakat hidup bersama demi sesuatu tujuan yang telah disepakati. Meski masyarakat menawarkan banyak kemungkinan tetapi tidak semua masyarakat menyediakan kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Hanya masyarakat yang dikelola berdasarkan prinsip kebebasan dan kesetaraan antar manusia, akan dapat menyediakan banyak kemungkinan bagi perkembangan manusia. Manusia mampu mengembangkan dirinya, jika hidup dan terlibat dalam masyarakat yang memliki banyak kemungkinan. Dengan demikian, hanya Negara sebagai komunitas teritnggi yang mampu menyediakan banyak kemungkinan untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sebagai tujuam mendasar.
Relevansi pandangan Aristoteles dalam konteks protes Pegawai Negeri Sipil Negara Pemda Kabupaten Lembata, adalah bahwa antara Pemerintah dan ASN saling membutuhkan. Pemerintah ada untuk menjamin semua kebutuhan ASN seperti hak-hak atas perlindungan, pengembangan profesionalisme, pengembangan komptensi, kualifikasi pendidikan, serta pengembangan karier ASN sedapat mungkin terpenuhi. Sebaliknya, negara membutuhkan ASN untuk melegitimasi kekuasaan atau memberi “alasaan adanya “ kekuasaan itu, terutama bagi Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten. Di sini, kepentingan umum atau kebaikanbersama menjadi kontrol bagi kekuasaan.
Dalam tatanan politik yang demokratis, negara sebagai komunitas tertinggi terdiri dari orang-orang yang bebas, yang setara yang ditata demi kepenetingan bersama/kebaikan bersama. Keberadaan negara ada untuk membangun manajemen kepegawaian yang profesionalisme, berkompetitif dan berkualitas menuju tata kepemerintahan yang baik. Keberadaan ASN sebagai person moral yang rasional, bebas dan yang memiliki hak-hak.
Dengan demikian, nilai kesetaraan antarmanusia sebagai landasan untuk mewujudkan manajemen ASN yang berlandaskan pada pengembangan karier, dan kompetensi kualifikasi yang dibutuhkan dan kompetensi dan kulaifikasi yang dimiliki sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Semua ini dilakukan negara demi kebaikan bersama.
Hakikat keberadaan negara dan tujuan suatu negara bukan hanya sekedar alat bagi ASN untuk bertahan hidup, atau melindungi ASN dari ketidakadilan, melainkan membawanya kepada kehidupan yang lebih baik, mendorong ASN mencapai keunggulan pribadi atau menjadi orang yang berkeutamaan.
Demokrasi dalam konteks kebebasan, maka kebebasan dilihat sebagai kemampuan manusia untuk mengambil jarak dari dunia sekitarnya dan membuat penilaian rasional. Dengan penilaian rasional, manusia memutuskan tindakan apa yang akan dilakukannya. Dalam konteks Indonesia, kebebasan semacam ini masih langka dan di dalam berpikir dan membuat keputusan, orang masih diperbudak oleh doktrin-doktrin agama dan hasrat dari dalam dirinya untuk mendapatkan uang lebih banyak, dan nepotism. Beberapa hal ini juga ikut mengaburkan kemampuan untuk berpikir rasional. Kondisi ini, relevan dengan pandangan Aristoteles tentang demokrasi. Demokrasi menurut Aristoteles adalah komunitas orang-orang bebas, yakni orang-orang yang mampu memgambil jarak dari dunia dan mempertimbangkan secara rasional keputusannya dan bertindak. Selama orang-orang Indonesia masih berada di bawah pola pikir mitologis, religious, ekonomis dan nepotism, selama itu pula kita tidak akan menjadi komunitas orang bebas.
Relevansi pandangan Aristoteles dalam konteks Protes ASN dan Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural Lembata, yakni pejabat yang berwenang seharusnya lebih rasional dalam arti mampu mengambil jarak dari pola pikir mitologis, ekonomis, dan nepotisme, sehingga lebih rasional dalam mengambil keputusan. Selama Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten masih berada dalam jarak-jarak tersebut akan mengaburkan kemampuan berpikir rasional dalam mengambil keputusan yang rasional.
Dengan kata lain, dalam proses pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, Baperjakat dan Bupati sebagai Pembina Kepegawaian Daerah, harus mengambil jarak, membebaskan diri sikap nepotism, atau ekonomis dan politis sebelum menetapkan keputusan tersebut. Bupati Lembata dalam nenetapkan keputusan pengangkatan pejabat struktural harus berpihak pada ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara khusus tentang pengembangan karier sebagiamana ditentuka dalam Pasal 69 dan Pengembangan kompetensi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70. Selain itu, Bupati dan Baperjakat Lembata berlandaskan pada ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, sehingga pandangan umum tentang kepeberpihakan Bupati dan Baperjakat dalam proses pengangkatan ASN dalam jabatan struktural tidak terjadi.
Makna demokrasi sebagai komunikasi, yakni sebagai kebebasan berpendapat secara transparan dan mengakses informasi tanpa hambatan, sehingga dapat berpartisipasi dalam bentuk hak untuk didengar pendapat/keberatan. Patricc Wilson memaknai demokrasi sebagai komunikasi, yakni “orang-orang berbicara satu sama lain dan membentuk suatu nasib bersama. Sebelum rakyat memerintah dirinya sendiri, mereka harus bebas menyatakan pendapat. Warga dari demokrasi, hidup dengan suatu keyakinan bahwa melalui pertukaran gagasan dan pendapat yang terbuka, kebenaran akhirnya menang atas kepalsuan, nilai-nilai orang lain akan lebih dipahami, bidang-bidang mufakat akan dirinci lebih jelas kearah kemajuan terbuka. Berlawanan dengan otoriter, pemerintah demokrasi tidak membawahi, mendikte, atau menilai tulisan orang, melainkan tergantung pada akses publik terhadap informasi yang seluas-luasnya yang memungkinkan publik berperan penuh pada kehidupan umum masyarakat. Dengan demikian, demokrasi tumbuh subur dalam relasi hubungan pemerintah dan ASN, jika ditunjang oleh arus gagasan, informasi, pendapat, dan sepekulasi yang tidak dihalangi. Hakikat dari makna demokrasi Wilson sebagai komunikasi adalah tidak terhalangnya akses publik terhadap arus informasi sehingga memungkinkan publik dapat berpartisipasi. Hakikat dari demokrasi sebagai komunikasi, yakni transparansi.
Informasi penting karena menjadi kebutuhan mendasar dan hak setiap orang bagi pengembangan kepribadian dan lingkungan sosial. Hak atas informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan publik (transparansi) merupakan salah satu ciri penting dan aspek kunci negara yang demokratis dalam mewujudkan penyelenggaraan peerintahan yang baik.
Aspek transparansi juga merupakan peluang-peluang warga negara untuk memiliki informasi. Relevan dengan peran penting formasi, Addink memandang keterbukaan diperlukan dalam demokrasi dan mencakupkan makna transparansi baik dalam tranparansi rapat-rapat, transparansi tindakan-tindakan administrasi, transparansi akes terhadap informasi publik. Jika rapat-rapat terbuka bagi publik, pernyataan-pernyataan anggaran dan keuangan dapat diperiksa oleh semua orang, apabila undang-undang, peraturan dan keputusan-keputusan terbuka bagi pembahasan, maka semua ini dipandang sebagai transparansi dan memperkecil peluang bagi kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan sistem bagi kepentingan umum.
Salah satu syarat minimal yang harus dipenuhi dalam pengambilan keputusan pemerintah adalah keterbukaan tindak pemerintahan (openbaarheids van besluitvorming. Transparansi, hakikatnya merupakan hak dasar masyarakat berupa hak atas informasi (rights to get information). Melalui hak atas informasi, warga dapat : a.mengakses dokumen yang relevan dan penting, sehingga dapat mengetahui alasan-alasan di balik tindakan pemerintahan; b. menentukan argumnetasi yang mendasar bagi warga yang melakukan keberatan terhadap tindak pemerintahan; serta c. menjadi dasar pertanggungjawaban pemerintah atas tindakan-tindakan. Salah satu bentuk keterbukaan tindak pemerintahan adalah keterbukaan informasi. Hakikatnya, warga masyarakat dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui dokumen-dokumen pemerintah. Keterbukaan ini bermakna kewajiban pemerintah menyebarluaskan informasi, dokumen-dokumen penerintah yang secara substansial menyangkut kepentingan rakyat banyak
Eksistensi hak atas informasi (the rights to get information) konteks pengangkatan PNS dalam jabatan struktural bermakna sebagai mekanisme/prosedur pemerintahan dalam bentuk hak dan kewajiban. Sebagai hak, PNS berhak mendapatkan informasi tentang dokumen atau rencana keputusan Bupati tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Atas dasar informasi tersebut, PNS yang merasa dirugikan dengan keputusan Bupati dapat mengajukan keberatan atau pendapat yang dapat mempengaruhi keputusan Bupati sebelum keputusan ditetapkan secara definitif. Sebagai kewajiban, hak atas informasi publik bermakna kewajiban pemerintah untuk menyebarluaskan informasi rencana-rencana atau dokumen-dokumen penting. Melalui kewajiban ini, PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui dan memiliki informasi dokumen atau rencana keputsan pemerintah.
Melalui hak atas informasi, PNS dapat mengakses dokumen atau rencana keputusan Bupati termasuk di dalamnya informasi tentang lampiran nama calon pejabat struktural ayng akan diangkat dalam jabatan struktural, sehingga PNS lainnya dapat juga mengetahui argumentasi di balik keputusan Bupati apalagi yang tidak mengakomodir Stanis Kabesa Langodai menjadi Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Lembata. Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2008 menetapkan bahwa “badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan ayat (1). Informasi publik yang wajib diberikan harus akurat, benar, dan tidak menyesatkan (ayat 2). Ketentuan pasal 7 ayat (2) hakikatnya mewajibkan pemerintah untuk menyebarluaskan informasi, dokumen pemerintah berupa rencana keputusan Bupati dan Lampirannya yang secara substansial menyangkut kepentingan ASN. Argumentasinya adalah bahwa rencana keputusan Bupati dan Lampirannya bukan merupakan dokumen yang dikecualikan untuk diakses publik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008.
PNS calon pejabat struktural lainnya dengan mengetahui dokumen Rancangan Keputusan dan Lampiran Keputusan Bupati Lembata, dapat menentukan argumnetasi mendasar untuk mengajukan pendapat dan/atau keberatan atas Rancangan Keputusan Bupati Lembata Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural. Jika keberatan beralasan , maka pendapat dan keberatan diterima dan menjadi landasan penerbitan Keputusan Bupati yang defiinitif dan lebih rasional. Dengan demikian, penyingkapan informasi publik tentang dokumen rancangan Keputusan Bupati Lembata tentang Pengangkaan PNS Dalam Jabatan Struktural, akan lebih meningkatkan kualitas pembuatan keputusan yang responif.
Selain itu, kewajiban memberikan informasi publik merupakan bentuk tanggungjawab Baperjakat dan Bupati Lembata atas keputusan Bupati sebagai landasan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Bentuk kewajiban antara lain, alasan tentang pengangkatan nama-nama PNS yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Bupati dan argumentasi tidak diakomodirnya Stanislaus Kabesa Langoday dalam jabatan struktural karena dokumen rancana keputusan Bupati tidak diumumkan terbuka dan nilai hasil lelang jabatanpun tidak diumumkan secara terbuka.
Tuntutan PNS yang melakukan protes hakikatnya merupakan tuntutan atas keadilan dan tuntutan tentang bentuk tanggungjawab pemerintah untuk mengumumkan alasan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, alasan tidak diakomodirnya Stanislaus Kabesa Langodai dalam pengangkatan jabatan struktural pada hal dari sisi pendidikan S2 dibandingkan dengan Piter Demong yang berppendidikan S1, senioritas. Bentuk tanggungjawab ini sejalan dengan pandangan Philipus M, Hadjon bahwa salah satu fungsi mendasar dari keterbukaan informasi publik adalah fungsi pertanggungjawaban publik.
Transparansi informasi sangat diperlukan, karena melalui informasi yang terbuka, setiap PNS calon pejabat sturktural ikut mengetahui (meeweten), ikut memikirkan (meedenken), bermusyawarah (meespreken), dan dalam batas yang wajar ikut memutuskan (meebeslissen).. Merealisasikan sistem merit, Pasal 69 UU Nomor 5 Tahun 2014 mengatur Pengembangan Karier dan komptensi ASN, sebagai berikut. (1) Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja dan kebutuhan instansi Pemerintah. (2) Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas; (3) Kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliput : a. kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan sepsialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis; b. kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan penglaman kepemimpinan; dan; c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat mejemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan; (4) Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,kemampuan kerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. (5) Moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.
UU Nomor 5 Tahun 2014 juga mengatur tentang pengembangan kompetensi. Tentang Pengembangan Kompetensi, Pasal 70 UU Nomor 5 Tahun 2014 menetapkan : (1) Setiap ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. (2) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. (3) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi oleh Pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembagan karier. (4) Dalam mengembangkan kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1) setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahuan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing. (5) Dalam mengembangkan kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1) PNS diberikan kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di pusat, dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Lembaga Adminstrasi Negara( LAN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). (6) Selain pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengembangan kompetensi dapat dilakukan melalui penukaran antara PNS dengan Pegawai swasta dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN.
Secara substansial, argumentasi protes Stanis Kabesa Langodai, ASN Pemda Kabupaten Lembata, dalam ucapan “sistem merit, dan persyaratan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural” adalah rasional. Dari perspektif pengembangan karier sesuai dengan ketentuan Pasal 69 UU Nomor 5 Tahun 2014 dan Pengembangan Kompetensi sesuai Pasal 70 UU Nomor 5 Tahun 2014 telah terpenuhi. Selain itu, aspek substansial Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural menurut PP Nomor 100 Tahun 2000, yakni persyaratan bagi PNS diangkat dalam jabatan struktural. Pasal 5 PP Nomor 100/2000 menetapkan bahwa “Persyaratan untuk diangkat dalam jabatan struktural, yakni (a) berstatus Pegawai Negeri Sipil (b) serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang kepangkatan yang ditentukan; (c) memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan; (d) semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; (e) memiliki komptensi jabatan yang diperlukan; dan; (f) sehat jasmani dan rohani. Selain itu, Pasal 6 PP Nomor 100 Tahun 2000 menetapkan persyaratan lain diluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, yakni Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, pengalaman yang dimiliki. Dari aspek substansil baik UU Nomor 5 Tahun 2014 maupun PP Nomor 100 Tahun 2000 telah terpenuhi oleh Stanislaus Kabesa. Tindakan protes terbuka melalui media online merupakan bentuk dari perjuangan untuk mendapatkan keadilan, kesetaraan dalam bentuk hak untuk mendapatkan informasi (the rights to get information) dan hak untuk didengar (right to be heard). Protes PNS Stanislaus Kabesa Langodai,, merupakan bentuk partisipasi sebagai hak PNS untuk didengar, yakni hak untuk tidak patuh atas institusi hukum yang tidak adil, tindak pemerintah yang tidak adil. Sikap tidak patuh sebagai konsekwensi dari adanya hak partisipasi warga untuk patuh pada institusi sosial, ekonomi bahkan hukum yang adil.
Sebaliknya tindakan Bupati Lembata dan Baperjakat Lembata yang tidak menginformasikan dukumen Rancangan Keputusan dan Lampiran Keputusan Bupati Lembata tentang Nama-nama calon Pejabat Struktural yang akan diangkat, merupakan bentuk ketertutupan Pemerintah bagi akses PNS terhadap informasi, tidak transparan, dan bentuk tindakan pemerintah yang tidak acuntabel. Sehingga tindakan Bupati Lembata dan Baperjakat Lembata sebagai wujud tindakan yang menutup akses informasi publik dan bertentangan dengan hakikat demokrasi sebagai transparansi, juga bertentangan dengan kentuan Pasal 7 ayat (2) UU Keterbukaan Informasi Publik. Secara substansial, tindakan Bupati Lembata yang demikian, tidak sejalan dengan hak PNS mengembangkan karier (Pasal 69 UU Nomor 5 Tahun 2014) dan hak PNS memgembangkan kompetensi (Pasal 70 UU Nomor 5 Tahun 2014 serta menghalangi PNS untuk mengakses informasi publik.
Karena itu, transparansi tidak dapat diwujudkan jika pemerintah memiliki monopoli atas informasi yang tersedia. Konteks Keputusan Bupati Lembata tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural, sebagai konsekwensi dari pemberian informasi, maka dengan informasi tersebut, PNS calon pejabat struktural yang berhak mendapatkan promosi, berhak meminta alasan-alasan atau argumentasi dibalik penetapan Keputusan Bupati dan Lampiran Keputusan tentang nama-nama PNS calon pejabat yang tercantum dalam Lampiran Keputusan tersebut, sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountabilitas) Pemerintah atas tindakannya.
Atas dasar informasi yang terbuka tersebut, PNS calon pejabat yang merasa dirugikan dari keputusan tersebut, dapat mengajukan argumentasi yang rasional sebagai alasan untuk mengajukan keberatan dan pendapat terhadap Keputusan Bupati yang belum definitif, sebagai perwujudan hak untuk didengar (right to be heard).
Kewajiban transparansi informasi publik pemerintah tidak terbatas hanya pada kewajiban memberikan informasi tentang rancangan Keputasan dan Lampiran Keputusan Bupati, melainkan juga kewajiban untuk mendengar pendapat atau keberatan dari PNS calon pejabat yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Hali ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan karier dan kompetensi ASN dalam kerangka tata lakasana pemerintahan yang baik.
Kepastian ini telah mendapatkan justifikasi kebenaran dan akurasi penelitian yang dilakukan oleh Council of Europe tentang pentingnya tranparansi informasi menyatakan bahwa arti penting “hak untuk didengar” adalah, pertama, individu yang terkena tidakan pemerintahan dapat menggunakan hak-haknya dan kepentingannya; kedua, cara yang demikian akan menunjang suatu praktik pemerintahan yang baik (good administration) dan dapat menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintah dan rakyat. The right to be heard bertujuan ganda, yakni menjamin keadilan sekaligus menjamin suatu kepemerintahan yang baik.
Telaahan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, tidak ditemukan satu ketentuanpun tentang transparansi informasi dalam mekanisme/prosedur pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural. Meknisme/prosedur dalam bentuk hak PNS untuk mendapatkan informasi (the righs to get information) dan hak untuk didengar (right to be heard). Aspek hak untuk mendapatkan informasi dan hak untuk didengar, merupakan aspek yang esensal dalam negara hukum yang demokratis, yakni demokrasi sebagai komunikasi : kebebasan berpendapat secara terbuka, berbicara satu sama lain, pertukaran ide/gagasan yang terbuka untuk mencapai kebenaran, tercapainya mufakat, dan tidak terhalangnya akses publik terhadap arus informasi yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, agar setiap keputusan pemerintah dalam proses pengangkatan PNS dalam jabatan struktural yang responsif, berkualitas, dan bebas konflik maka diperlukan pengaturan hukum tentang mekanisme/prosedur pengangkatan PNS dalam jabatan struktural.
Protes terbuka yang dilakukan oleh PNS Lembata tidak dimaknai sebagai pelanggaran hukum dan etika ASN, melainkan sebagai perwujudan dari hak masyarakat atas informasi publik pada satu sisi dan tuntutan kebebasan dan kesetaraan antarmanusia, tranparansi serta keadilan yang sama pada sisi lain. Protes PNS juga menandakan bentuk pelanggaran Bupati dan Baperjakat Lembata terhadap hak atas informasi publik dan kewajiban pemerintah memberikan informasi publik, karena dokumen rancangan Keputusan Bupati dan Lampirannya, bukan merupakan informasi yang dikecualikan oleh undang-undang keterbukaan pulik. Ketertutupan informasi publik juga bertentangan dengan prinsip demokrasi (transparansi dan pelibatan publik) dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya proses pembentukan keputusan pemerintah. Hal ini terjadi karena tidak ada ketentuan hukum khusus yang mengatur tentang Mekanisme/Prosedur Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural.
Mengacu pada hasil analisis terhadap isu hukum, disimpulkan bahwa makna asas demokrasi sebagai kebebasan,kesetaraa hubungan antarmanusia, komunikasi dan transparansi informasi dalam bentuk hak untuk mendapatkan informasi (the rights to get information) dan hak untuk didengar (the right to be heard) bagi PNS belum menjadi landasan dalam tindakan pemerintahan khususnya pembuatan keputusan pemerintah. Tindak pemerintah dalam proses Pengangkatan PNSDalam Jabatan Struktural masih bersifat tertutup.
Dengan kata lain, hak PNS untuk mengakses dokumen Rancanagan Keputusan dan Lampiran Keputusan Bupati Lembata terhalang, sehingga tidak memiliki kesempatan hak untuk mengajukan argumentasi rasional sebagai landasan mengajukan pendapat/keberatan atas Rancangan Keputusan dan Lampiran Keputusan Bupati Lembata
sebelum ditetapkan sebagai keputusan yang definitif. Selain itu, transparanasi informasi publik belum berjalan sesusi dengan Undang-UndangTentang Keterbukaan Informasi Publik, dan pemerintah masih memandang bahwa dokumen Rancanagan Keputusan Bupati Lembata dan Lampirannya merpakan dokumen pemerintah yang tidak boleh dipublikasikan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008.
Terbatasanya hak PNS untuk mendapatakna informasi (the rights to get information) dan hak PNS untuk didengar (the right to be heard) merupakan wujud pembatasan kebebasan berpendapat secara tranparan.
Mengatasi persoalan ini, dibutuhkan kebijakan afirmatif. Salah satunya adalah pembentukan Peraturan Daerah Tentang Mekanisme/Prosedur Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural yang berlandaskan pada prinsip transparansi yakni hak PNS untuk mendapatkan informasi (the rights to get information) dan hak PNS Untuk didengar (the right to be heard) dan kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi dan kewajiban untuk mendengar keberatan atau pendapat PNS, sebelum keputusan Pemerintah ditetapkan definitif. Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik antara Pemerintah dan ASN, sekaligus menjamin suatu kepemerintahan yang baik. (****)