![]() |
BT.COM | OELMASI -- Kasus dugaan korupsi pembangunan Prasarana Gedung Olahraga (GOR) Kabupaten Kupang, yang dilaporkan Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia (LP2TRI) di Polres Kupang, 28 November 2022.
Rupanya menuai tanda - tanda kemajuan melalui respon cepat Kapolres Kupang, AKBP FX Irwan Arianto.
Kasus yang diduga melibatkan sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD setempat hingga berujung persoalan hukum ini, terindikasi dikerjakan tidak sesuai spesifikasi hingga persoalan hutang proyek, sebagaimana menjadi temuan BPK NTT.
Terhadap sikap respon cepat Kapolres Kupang dalam menindaklanjuti laporan pihaknya, Ketua Umum (Ketum) LP2TRI, Hendrikus Djawa sebagaimana dilansir dari media Strateginews pada Selasa 6 Desember 2022 memberi apresiasi atas langkah bijak yang ditunjukan Kapolres Kupang beserta tim penyidik.
Terbukti melalui surat bernomor : B/ 2274/XII/2022, Polres Kupang, perihal : permintaan keterangan dan dokumen yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Kadispora) Kabupaten Kupang, Kapolres meminta untuk menghadirkan PPK dan Bendahara pengeluaran, guna dapat memberikan keterangan terkait perkara pidana yang dilaporkan LP2TRI.
"Secara lembaga kami juga sudah meminta atensi dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kapolda NTT untuk turut membantu penyidik Polres Kupang, jika mengalami kendala dalam proses penyidikan kasut dimaksut".ungkap Djawa.
Ditanya soal adanya informasi terkait perdamaian antara pemerintah setempat dengan kontraktor Haji Darwis, Hendrikus mengatakan, hal itu yang patut dipertanyakan.
"Aneh, Bupati Kupang yang menggunakan pengacara negara, yakni jaksa di Kejari Oelamasi dalam perkara perdata dengan kontraktor, bukannya dilanjutkan ke sidang pembuktian, tapi malah disetujui untuk berdamai dengan kontraktor. Ini yang perlu kita curigai dan pertanyakan. Ada apa dibalik semuanya ini?".tanya Djawa.
Hendrikus menduga sikap Bupati Kupang dalam kaitan dengan perkara ini, telah melahirkan kecurigaan pihaknya atas indikasi kejangalan dalam pembuatan akta perdamaian, hingga berujung adanya tuntutan kontraktor Rp. 35 miliar lebih.
"Kami mensinyalir cara - cara seperti ini untuk meloloskan diri dari jeratan hukum pidana, sedangkan gugatan ke pengadilan negeri hanya skenario saja". tandasnya.
Informasi lain yang diperoleh tim media ini dari mantan panitia PHO, menyebutkan adanya indikasi skenario yang melibatkan Kadispora Kabupaten Kupang terkait uang damai.
"Bagaimana bisa, biaya pembangunan GOR Rp. 11 miliar tapi uang damai bisa membengkak sampai Rp. 35 miliar".beber sumber yang enggan namanya disebut ini. (Tim)