BT.COM | KUPANG -- Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Selatan (TTS), Sumantri, SH, diminta terbuka dan segera menjelaskan status hukum kasus dugaan korupsi delapan embung mubasir TTS.
Pasalnya kasus yang menguak aroma korupsi sejak di ungkap mantan Kajari, Fachrizal, SH, hingga mandek di tangan penggantinya Andarias Deornay dan berlanjut di Kajari TTS sekarang, rupanya mandek dan tidak ada kejelasan terkait penangananya.
Embung yang menghabiskan anggaran sebesar Rp. 6 miliar lebih dan merupakan hasil pokok pikiran (pokir) anggota DPRD TTS produk tahun 2015 dari 5 Dapil ini, ternyata tidak memberi asas manfaat bagi masyarakat, mubasir dan terindikasi korupsi.
Atas fakta tersebut, praktisi hukum Amos A Lafu SH, MH, saat diminta pendapat hukumnya, pada Kamis 23 November 2023, menyatakan keprihatinannya atas penanganan perkara korupsi 8 embung mubasir TTS, yang sudah berlarut - larut dan memakan waktu lama, tapi belum ada kejelasan atas status hukumnya.
Menurut Advokat KAI ini, pada prinsipnya setiap penegakan hukum itu harus memenuhi 3 tujuan dasar, yakni pertama menciptakan kepastian hukum, kedua menciptakan keadilan hukum dan ketiga menciptakan pemanfaatan hukum.
Artinya lanjut Amos, perlu dipertanyakan apakah penyelidikan dugaan tindak korups ini, sudah sejalan dengan tujuan dasar hukum tersebut atau tidak. Kalau belum ada kejelasan dan kepastian status hukumnya, tentunya harus mendapat perhatian bersama, khususnya oleh aparat penegak hukum yang terkait.
"Soal kasus 8 embung ini tentunya di soal teknisnya saja, sehingga perlu konfirmasi pihak kejaksaan, kenapa proses nya lamban dan mandek. Apalagi perkara ini sudah lama ditangani tapi belum juga ada kejelasaan. Ini yang yang menjadi keprihatinan kita,"ungkapnya.
Dirinya berharap adanya transparansi dalam proses penyelidikan kasus ini. Kalau memang ada kendala hingga belum membuat jelas status hukum kasus itu, mestinya Kajari TTS terbuka dane menyampaikan ke publik sebagaimana amanat undang - undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Informasi keterbukaan publik.
"Kajari TTS harus terbuka agar tidak terus menuai tanya publik. Jika tidak adanya transparansi maka orang akan berspekulasi negatif terhadap Kajari,"kritik Amos.
Hal yang sama juga sebelumnya disoroti Kordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT, Meridian Dado, SH, menanggapi alasan klasik mantan Kasipidsus Kejari TTS dan Kasi Penkum Kejati NTT waktu itu bahwa kasus 8 embung sudah diselidiki dan memasuki gelar perkara namun hanya sekedar wacana kosong tanpa aksi nyata.
Dirinya menilai sikap penyidik Kejari TTS yang tidak responsif dan tak bernyali dalam menangani perkara 8 embung TTS, telah menimbulkan tanya dan kecurigaan dari berbagai elemen masyarakat. Ada apa dan mengapa kasus ini berjalan di tempat tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
"Ini yang patut dipertanyakan, mengingat sudah ada pernyataan mantan Kasi Penkum Kejati NTT sebelumnya bahwa perkara 8 embung TTS segera dilakukan ekspos perkara, namun hanya sekedar wacana kosong tanpa aksi nyata," tanya Dado.
Kajari TTS, Sumantri dikonfirmasi via saluran Whatssupp terkait sudah sejauh mana perkembangan penanganan perkara 8 embung TTS, tidak merespon, sekalipun sudah membaca pesan konfir media ini.
Namun dirinya sempat menghubungi balik media ini, tapi di telepon balik tidak aktif lagi.
Sebelumnya mantan Kasi Penkum Kejati NTT, Abdul Hakim kepada media ini mengatakan, perkara 8 embung TTS segera dilakukan gelar perkara di Kejati NTT. Dalam waktu dekat sudah dilakukan gelar perkara di Kejati NTT," kata Abdul Hakim. (Tim)