KUPANG,BUSERTIMUR –
Perdagangan Pakaian bekas impor dilarang bahkan para pedagang pakaian bekas
(RB) bisa terdampak hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar 5 milar
rupiah. Pasalnya efek dari penjualan ini jelas sangat merugikan perekonomian
Negara dimana barang-barang ini didapatkan secara ilegal tanpa peduli aspek
Kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, serta UU No 7 tahun 2014 tentang perdagangan.
"secara negatif, bisa terdampak pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36 , dan
Pasal 47 ayat(1) yang menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan
pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi
kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan
hidup," kata Akedemisi Undana Kupang Josef Mario Monteiro, SH.,M.H ketika dihubungi wartawan Rabu (14/10/20).
Dikatakannya pelanggaran atas regulasi bisnis impor
pakaian bekas dan sanksi yang diatur dalam peraturan kementrian perdagangan
antara lain dalam Pasal 111 UU No. 7/2014: pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda maksimal 5 miliar rupiah.
Sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) Propinsi NTT melalui Kepala seksi pengembangan perdagangan luar
Negeri, Lorens Kleden ST saat dijumpai di ruang kerjanya Selasa (13/10/202) menjelaskan perdagangan pakaian bekas impor
jelas melanggar aturan perindag No, 7 tahun 2014.
"Itu memang tidak diperbolekan, di Sulawesi ada
tempat khusus yang diijinkan sehingga yang masuk ke sini kebanyakan masuknya
lewat jalur dari Maumere lalu diteruskan ke Kupang," Tutur Lorens.
Dikatakannya, hal yang perlu diketahui Rachmat Gobel
ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan telah melarang perdagangan pakaian
impor bekas berdasarkan Permendag Nomor
51/M-DAG7/2015 dengan alasan berbahaya untuk kesehatan karena pada pakaian
bekas ditemukan bakteri dan perdagangan
tersebut mematikan industri dalam negeri. Berdasar Point (a) Permendag Nomor
51/M-DAG/7/2015
Terkait Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015 belum adanya
kesadaran masyarakat dan masih banyaknya penggemar rombengan.
"Cuman kalo sudah di lapangan begini masyarakat
juga sudah menggemari, penjualnya juga banyak sehingga kalau mau bilang
regulasi kita tidak bisa menghindar
karena tidak diizinkan. Tapi persoalan
dilapangan pastinya sudah ada hal-hal lain sehingga kamipun serba salah karena
amino masyarakat yang
menggemarinya," Beber Lorens.
Lorens menegaskan sesuai UU Perdagangan barang bekas
yang diizinkan itu hanya barang bekas dalam Kondisi tertentu yang diperuntukkan
untuk Teknologi dan setiap barang yang masuk
harus sesuai standar SNI.
Disampaikannya, terkait perdagangan ilegal RB hingga
saat ini belum adanya laporan masyarakat secara resmi kepada Disperindag
Provinsi NTT sehingga belum ada peninjauan terkait larangan Rombengan.
"Sejauh ini Dinas Perindag belum ada tinjauan
kepada pedagang rombengan dan hanya menunggu laporan masyarakat dengan keluhan
tertentu yang disertakan dengan surat resmi maka Perindag siap menindak
Lanjuti,"Tutup Lorens Kleden.(*tim)