Notification

×

Penjual RB Terancam Hukuman Pidana 5 Tahun Penjara

Kamis, 15 Oktober 2020 | Oktober 15, 2020 WIB Last Updated 2020-10-15T15:27:00Z

KUPANG,BUSERTIMUR – Perdagangan Pakaian bekas impor dilarang bahkan para pedagang pakaian bekas (RB) bisa terdampak hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar 5 milar rupiah. Pasalnya efek dari penjualan ini jelas sangat merugikan perekonomian Negara dimana barang-barang ini didapatkan secara ilegal tanpa peduli aspek Kesehatan  dan  UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta UU No 7 tahun 2014 tentang perdagangan.

"secara negatif, bisa terdampak  pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36 , dan Pasal 47 ayat(1) yang menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup," kata Akedemisi Undana Kupang Josef Mario Monteiro, SH.,M.H  ketika dihubungi  wartawan Rabu (14/10/20).

Dikatakannya pelanggaran atas regulasi bisnis impor pakaian bekas dan sanksi yang diatur dalam peraturan kementrian perdagangan antara lain dalam Pasal 111 UU No. 7/2014: pidana maksimal 5 tahun penjara  atau denda maksimal 5 miliar rupiah.

Sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Propinsi NTT melalui Kepala seksi pengembangan perdagangan luar Negeri, Lorens Kleden ST saat dijumpai di ruang kerjanya Selasa (13/10/202)  menjelaskan perdagangan pakaian bekas impor jelas melanggar aturan perindag No, 7 tahun 2014.

"Itu memang tidak diperbolekan, di Sulawesi ada tempat khusus yang diijinkan sehingga yang masuk ke sini kebanyakan masuknya lewat jalur dari Maumere lalu diteruskan ke Kupang," Tutur Lorens.

Dikatakannya, hal yang perlu diketahui Rachmat Gobel ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan telah melarang perdagangan pakaian impor bekas  berdasarkan Permendag Nomor 51/M-DAG7/2015 dengan alasan berbahaya untuk kesehatan karena pada pakaian bekas ditemukan bakteri dan  perdagangan tersebut mematikan industri dalam negeri. Berdasar Point (a) Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015

Terkait Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015 belum adanya kesadaran masyarakat dan masih banyaknya penggemar rombengan.

"Cuman kalo sudah di lapangan begini masyarakat juga sudah menggemari, penjualnya juga banyak sehingga kalau mau bilang regulasi kita tidak bisa  menghindar karena tidak diizinkan. Tapi persoalan  dilapangan pastinya sudah ada hal-hal lain  sehingga kamipun serba salah karena amino  masyarakat yang menggemarinya," Beber Lorens. 

Lorens menegaskan sesuai UU Perdagangan barang bekas yang diizinkan itu hanya barang bekas dalam Kondisi tertentu yang diperuntukkan untuk Teknologi dan setiap barang yang masuk  harus sesuai standar SNI.

Disampaikannya, terkait perdagangan ilegal RB hingga saat ini belum adanya laporan masyarakat secara resmi kepada Disperindag Provinsi NTT sehingga belum ada peninjauan terkait larangan Rombengan.

"Sejauh ini Dinas Perindag belum ada tinjauan kepada pedagang rombengan dan hanya menunggu laporan masyarakat dengan keluhan tertentu yang disertakan dengan surat resmi maka Perindag siap menindak Lanjuti,"Tutup Lorens Kleden.(*tim)