Notification

×

Wagub DKI Jakarta dan Kak Seto, Akan Bedah Corona dan PSBB Dalam Film Kristal Persahabatan

Sabtu, 17 Oktober 2020 | Oktober 17, 2020 WIB Last Updated 2021-06-17T07:13:45Z

Jakarta, BuserTimur = Sutradara Roy Wijaya berasama Wakil Gubernur DKI Jakarta, A. Riza Patria dan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAUI) Kak Seto Mulyadi serta Pengamat Sosial Erwin Al Jakartaty Ketua Umum Sehati, dalam waktu bersamaan di studio Ezy Tv akan membedah Film tentang kepedulian anak atas peraturan PSBB akibat maraknya virus covid 19.

Roy mengatakan, Film Kristal Persahabatan yang dibintangi Evan dan Edgar adalah contoh yang cerdas bagi anak anak seusianya. Mampu memberikan contoh yabg baik, bukan hanya di lingkungan semata tapi hubungsn kelyarga juga semakin dekat. 

Apalagi semenjak pemberlakuan Pelajaran Jarak Jauh (PJJ), hubungan emosional antara anak dan orang semakin dekat.  “Poin positifnya, PJJ mampu mendekatkan orangtua dengan anak-anaknya,” kata Roy yang di temui wartaawan di Studio Ezy TV, Kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat 16 Oktober 2020.

Sebelumnya, Kak Seto Mulyadi mengatakan, kunci kesuksesan pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah orangtua. Maka dari itu, untuk menunjang proses pembelajaran, orangtua harus menjadi idola bagi anak-anaknya.

“Orangtua adalah mediator antara guru dan anak. Sinergi orangtua dan guru menjadi kunci efektivitas proses PJJ,” kata Kak Seto dalam keterangan tertulisnya.

Kak Seto pun menyarankan para guru untuk memberi materi ajar kepada orangtua sebelum disampaikan ke anak-anak. Kak Seto juga menekankan, pada dasarnya semua anak cerdas. Para orangtua harus mengetahui hal tersebut agar dapat membimbing dan mendukung perkembangan anak.

“Proses pembelajaran dari rumah ini menjadi kesempatan bagus bagi para orangtua untuk memahami kecerdasan anak-anaknya,” kata Kak Seto.

Meski begitu, sambung dia, pada masa pandemi Covid-19 ini, para guru atau tenaga didik tidak boleh terlalu memaksakan standar dan indikator pencapaian siswa. Standar isi PJJ cukup meliputi etika, estetika, iptek, nasionalisme, dan kesehatan. 

“Tidak harus sangat sesuai dengan kurikulum maupun standar yang harus dicapai,” pungkasnya. (***)