Soe, BuserTimur = Kasus dugaan korupsi 8 (delapan) embung mubasir di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), yang merupakan temuan pihak BPKP perwakilan NTT, rupanya perlahan namun pasti, mulai terkuak dimata publik, terkait siapakah pihak - pihak yang diduga terlibat dan harus dimintai pertanggung jawaban hukum.
Dugaan kuat adanya pihak lain yang ikut terlibat, termasuk adanya kepentingan para anggota dewan dibalik 8 embung mubasir ini, seperti dikatakan mantan Anggota DPRD TTS, Yuliana Makandolu, ( Group Wa Suara TTS,), semakin melahirkan tanya tak berujung, "benarkah demikian?
Selain terkuaknya indikasi korupsi, pembangunan embung Noeolin ini sesuai pengakuan tokoh adat Noeolin, Otniel Talelu, saat ditanya tim media ini, terkait lahan milik siapa untuk pembangunan embung Noeolin, mengatakan embung ini dibangun diatas lahan milik orang tua salah satu anggota DPRD TTS Dapil setempat.
"Ya embung Noeolin ini dibangun diatas lahan milik orang tua salah satu anggota DPRD TTS aktif dari Dapil setempat".ungkap Talelu kepada tim media ini (15/9/2021).
Hal yang sama juga dikeluhkan mantan Kepala Desa (Kades) Noeolin, Tuku Welem Nenometa, saat diminta tanggapannya terkait manfaat embung Noeolin untuk kebutuhan masyarakat.
"Sejak awal dikerjakan tahun 2015 sampai sekarang , embung ini tidak berfungsi alias mubasir. Coba seandainya bisa berfungsi dua bulan, mungkin kita masih pikir dan tarik napas, tapi ini tidak sama sekali dan mubasir".ungkap Nenometa.
Selain itu sesuai fakta baru yang terungkap, terkait denda keterlambatan embung Noe'olin, sesuai data yang diterima media ini menyebutkan, embung Noeolin yang dikerjakan oleh CV. Tunas Baru, beralamat di Kelurahan Tulamalae, Kabupaten Belu, selaku pihak ketiga tidak menyetor denda keterlambatan yang telah melewati masa kontrak sebesar Rp.39.161.450.00,
Bahwa keterangan terkait denda keterlambatan embung Noe'olin dengan kontraktor CV. Tunas Baru, tidak dapat di potong. Alasannya karena rekening yang di gunakan adalah rekening BRI Atambua, sehingga dari Bank NTT Cabang Soe tidak dapat melakukan pemotongan, karena bukan sesama Bank NTT.
Terkait proses penyelidikan dugaan korupsi 8 embung ini, Advokat Reno Simin, SH, saat diminta tanggapannya mengatakan, harusnya proses penyelidikan kasus ini, sudah mengalami kemajuan jika penyidik Kejari TTS tidak beralasan menunggu LHP dari Inspektorat TTS.
"Kalau sudah ada hasil audit dari BPKP perwakilan NTT dan ditemukan adanya kerugian negara, maka tidak perlu lagi audit Inspektorat. Artinya jaksa jangan terkesan memperlambat proses penyelidikan kasus ini, jika tidak ingin menuai tanya dan kecurigaan di berbagai kalangan masyarakat". Harap Reno.(DAS)