BT.COM | OELAMASI -- Peresmian dan syukuran air bersi dari LSM Cis Timor, dan listrik PLN di Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, provinsi NTT gagal.
Pasalnya, kedatangan Bupati Kupang, Korinus Masneno dihadang warga Sillu dan disuruh pulang.
Kedatangan Masneno beserta rombongan bertujuan untuk meresmikan program yang belum rampung yakni program air bersi dan Listrik
Hal ini yang memantik amarah warga untuk membatalkan peresmian tersebut.
Hal tersebut mengundang reaksi masyarakat dan menghadang mobil yang digunakan Bupati Kupang saat memasuki lokasi kegiatan tenda syukuran dan peresmian Listrik dan Air bersih,
Masa menghalang dengan membentan dua poster bertuliskan “jangan atas nama kesejahteraan untuk kepentingan politik” dan poster yang kedua bertuliskan “Kami tolak syukuran listrik dan air hari ini”
Menurut warga pengerjaan listrik belum 100 persen selesai, dan kegiatan syukuran atau seremonial peresmian yang dirancang hanya secara sepihak oleh pemerintah kecamatan dan desa tanpa melibatkan warga setempat.
Yoyarid Abram Tulle warga RT 18, RW 9, dusun 5 Tuamnanu Desa silu, kecamatan Fatuleu, kabupaten Kupang, mengungkap kekesalannya bahwa tamu undangan yang memenuhi tenda syukuran adalah 90 persen dari luar wilayah dusun Tuamnanu atau bukan sebagai penerima manfaat Listrik dan air yang hendak diresmikan bupati kupang.
Dirinya menyesali pola komunikasi antara Camat Fatuleu, Hendra Mooy dan kepala desa sillu l, Michael Takel terhadap masyarakat penerima manfaat listrik dan air.
Tule menjelaskan bahwa pemerintah Kecamatan dan desa tidak menghargai masyarakat desa Sillu, hal tersebut yang mengundang amarah dan terpaksa harus membatalkan peresmian dengan cara mengusir pulang Bupati Kupang.
“Alasan kami membatalkan itu, kami rasa bahwa ada tindakan pembodohan dari oknum-oknum tertentu yang memaksa masyarakat untuk mengumpulkan uang 50 per KK dengan alasan untuk terlaksana kegiatan syukuran ini, dan itu dilakukan tanpa musyawarah bersama masyarakat tapi hanya beberapa pihak saja” Jelas Tulle
Selain itu dijelaskan pula proses pengerjaan yang belum selesai, yakni listrik belum siap untuk dinyalakan, karena baru terpasang sekitar 20 meteran, bahkan untuk kegiatan syukuran pun masih menggunakan bantuan Genset untuk penerangan, sehingga warga Sillu belum bisa memastikan kapan listrik akan menyalah secara utuh atau keseluruhan bagi penerima manfaat.
Sementara terkait air bersih dalam pengakuan warga bahwa agak sedikit membingungkan dikarenakan LSM seperti Cis Timor dan Chef Den Children membantu masyarakat di bagian perpipaan, sedangkan untuk bak penampungan adalah swakelola dari masyarakat beberapa tahun yang lalu dan baru di chat beberapa jam sebelum di adakan peresmian.
“Itu cat saja masih basah, proses pembangunan bak yang mereka lakukan saja pecah, dan proses pemipaan juga belum 100 persen dikerjakan, lalu mereka datang dan mengechat ulang bak itu menganggap bahwa itu hasil kerja mereka”Kata Tulle
Tule juga mengungkap adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan pemerintah Desa, dugaan ini muncul karena adanya pungutan biaya syukuran dan peresmian sebesar 50 ribu tanpa melalui suatu musyawarah bersama masyarakat.
Tulle selaki anggota BPD juga mengakui bahwa secara adat istiadat atau budaya Timor tidak seharusnya mengusir seorang Ayah atau yang dituakan sebagai orang tua di wilayah kabupaten Kupang namun, semua itu terjadi atas dasar kekecewaan melihat oknum-oknum yang menggunakan kekuasaan untuk melakukan pembodohan masyarakat.
Adapun tokoh masyarakat yang dituakan dalam wilayah dusun 5 Tuamnanu desa Sillu yakni Soleman Bani, menghadap Bupati Kupang dan menjelaskan keresahan, bahwa dirinya tidak dihargai sebagai orang tua yang sudah hidup bertahun-tahun di wilayah Tuamnanu.
Menurutnya, harus ada komunikasi baik antara pemerintah desa dengan masyarakat setempat agar tidak ada ketersinggungan.
Alasan dirinya melakukan protes atas peresmian tersebut adalah orang-orang yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut sebagian bukan berdomisili di wilayah dusun 5 Tuamnanu dan juga bukan sebagai penerima manfaat air dan listrik.
Ditambahkan Soleman Bani bahwa sejak awal proses pengerjaan air warga di libatkan dan mengumpulkan uang 10 ribu untuk biaya syukuran Doa peletakan batu pertama atau memulai proses pengerjaan, namun saat peresmian masyarakat tidak diundang secara keseluruhan.
Saking kesalnya, Soleman Bani sampai memukul tanah dan menyuruh Bupati Kupang pulang, saat ditanyakan awak media dirinya menjelaskan bahwa hal itu merupakan simbol adat istiadat bahwa leluhur pun tidak akan mendukung kegiatan tersebut karena tokoh adat yang dihadirkan dalam tenda syukuran bukan merupakan penduduk di wilayah tersebut.
“Kenapa saya pukul tanah, acara adat di dalam sini (wilayah Tuamnanu) itu bukan tokoh sini, itu orang tua dari tokoh lain. Itu dari Tokoh Tapatab sedangkan kita disini Topteeko, kita juga ada desa kita juga ada orang tua kenapa datangkan orang dari luar, kenapa dia tidak buat di dia punya wilayah datang buat di kita, sehingga saya tidak terima, saya Pu leluhur ada kubur di sekitar sini dalam ini tempat masa ko kita disini tidak dihargai bagaimna.” Jelas Soleman.
Adapula beberapa poin tuntutan yang disampaikan secara terbuka oleh Oya Tulle kepada Bupati Kupang yakni membatalkan peresmian karena proses pengerjaan belum selesai namun di paksakan, yang kedua mengutuk oknum-oknum yang melakukan pembodohan masyarakat di wilayah desa sillu, dan yang ke tiga meminta pihak PLN dan yayasan untuk segera menyelesaikan proses pengerjaan.
Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, dalam pantauan media ini, Korinus Masneno pun turun dari mobil DH -1 Kabupaten Kupang menghampiri warga yang sedang melakukan aksi protes dengan sikap dingin.
Korinus Masneno yang tidak ingin adanya konflik antar wargapun memberi arahan bahwa harus selesaikan dulu masalah internal di bawah, arahan ini ditujukan kepada Camat Fatuleu dan juga kepala desa Sillu, menurutnya tidak boleh ada pertikaian sehingga dirinya akan pulang dan tidak meresmikan kegiatan tersebut.
Dikatakan Korinus Masneno, bahwa semuanya adalah program kerja sehingga bukan persoalan peresmiannya namun harus dikerjakan secara tuntas.
“Jangan ada konflik antar warga, jadi saya akan pulang tidak ikut peresmian, saya datang itu di undang dalam acara syukuran dan peresmian jadi saya tidak tahu apa-apa.”tuturnya.
Setelah dilakukan upaya lobi dan negosiasi antara pihak pemerintah Kecamatan dan desa hasilnya tetap warga tidak ingin masuk dalam tenda syukuran atau peresmian akhirnya Bupati Kupang pun Pamit untuk pulang.**