Notification

×

Sebelum 14 Februari, Mari Pahami Sejarah "Valentine Day"

Minggu, 26 Januari 2025 | Januari 26, 2025 WIB Last Updated 2025-01-27T01:59:59Z


Hari Valentine, yang diperingati setiap tanggal 14 Februari, telah menjadi simbol cinta dan kasih sayang di seluruh dunia. Meski sering kali dikaitkan dengan ungkapan cinta romantis, sejarah Hari Valentine memiliki akar yang jauh lebih kompleks dan mendalam, melibatkan unsur agama, budaya, dan tradisi yang berkembang selama berabad-abad.


Sejarah Hari Valentine dapat ditelusuri kembali ke zaman Romawi Kuno. Salah satu teori populer menyatakan bahwa Hari Valentine berasal dari festival Lupercalia, sebuah perayaan pagan yang diadakan setiap tanggal 15 Februari. Lupercalia adalah festival kesuburan yang didedikasikan untuk Faunus, dewa pertanian Romawi, serta Romulus dan Remus, pendiri legendaris Roma. Selama perayaan ini, para pendeta Luperci melakukan ritual penyucian, termasuk pengorbanan kambing dan anjing, diikuti dengan prosesi mencambuk wanita muda menggunakan kulit hewan yang baru dikorbankan. Ritual ini dipercaya dapat meningkatkan kesuburan dan membawa keberuntungan.


Namun, asal usul Hari Valentine yang kita kenal hari ini lebih sering dikaitkan dengan nama Santo Valentinus, seorang martir Kristen yang hidup pada abad ke-3 Masehi. Ada beberapa legenda berbeda tentang Santo Valentinus, tetapi semuanya melibatkan elemen cinta, keberanian, dan pengorbanan. Salah satu cerita menyebutkan bahwa Valentinus adalah seorang imam yang hidup di bawah pemerintahan Kaisar Claudius II di Roma. Kaisar Claudius, yang percaya bahwa pria lajang adalah prajurit yang lebih baik, melarang pernikahan bagi pria muda. Valentinus, yang tidak setuju dengan kebijakan ini, diam-diam menikahkan pasangan muda secara Kristen. Ketika aksinya ditemukan, Valentinus dipenjara dan akhirnya dihukum mati. Dalam versi lain dari cerita ini, Valentinus menyembuhkan putri seorang sipir penjara dari kebutaan, dan sebelum eksekusinya, ia menulis surat kepada gadis itu yang diakhiri dengan kata-kata "Dari Valentinmu," sebuah frasa yang mungkin menjadi asal muasal kartu Valentine.


Pada abad ke-5, Paus Gelasius I menghapus festival Lupercalia dan menetapkan 14 Februari sebagai Hari Santo Valentinus untuk menghormati martir Kristen tersebut. Meski demikian, perayaan ini tidak langsung dikaitkan dengan cinta romantis. Baru pada abad ke-14, tradisi Hari Valentine mulai berkembang menjadi simbol cinta. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh karya-karya sastra dari para penulis Eropa, seperti Geoffrey Chaucer, yang menghubungkan Hari Santo Valentinus dengan musim kawin burung dalam puisinya "Parlement of Foules." Dalam puisi ini, Chaucer menulis bahwa pada Hari Santo Valentinus, burung-burung berkumpul untuk memilih pasangannya, menciptakan hubungan antara hari itu dengan cinta romantis.


Pada abad ke-15 dan 16, tradisi mengirimkan pesan cinta pada Hari Valentine mulai muncul di Eropa. Salah satu catatan tertulis pertama tentang pesan Valentine ditemukan dalam sebuah surat dari Charles, Duke of Orléans, kepada istrinya saat ia dipenjara di Menara London pada tahun 1415. Ia menulis puisi dan menyebutkan Hari Valentine sebagai hari cinta mereka. Tradisi ini berkembang menjadi kebiasaan bertukar kartu ucapan, yang dikenal sebagai "valentines," di Inggris pada abad ke-18. Pada abad ke-19, kartu Valentine yang dicetak massal mulai diproduksi, didorong oleh revolusi industri yang memungkinkan produksi kertas dan pencetakan dalam jumlah besar.


Di Amerika Serikat, perayaan Hari Valentine menjadi populer pada abad ke-19, terutama berkat Esther A. Howland, seorang pengusaha wanita yang dikenal sebagai "Ibu dari Kartu Valentine Amerika." Ia mempopulerkan kartu Valentine yang dihias dengan renda, pita, dan ilustrasi penuh warna, yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi perayaan ini. Hingga kini, pertukaran kartu Valentine menjadi salah satu tradisi utama yang terus dilakukan di seluruh dunia.


Hari Valentine juga menjadi ajang bagi para pelaku bisnis untuk memanfaatkan momen ini sebagai peluang komersial. Mulai dari kartu ucapan, bunga, cokelat, hingga hadiah mewah, semuanya menjadi bagian dari perayaan modern. Mawar merah, yang sering dianggap simbol cinta, menjadi bunga paling populer untuk diberikan pada Hari Valentine. Demikian pula, cokelat, yang memiliki sejarah panjang sebagai simbol gairah dan kemewahan, telah menjadi hadiah tradisional yang tak terpisahkan dari hari ini.


Selain itu, Hari Valentine juga berkembang menjadi perayaan yang lebih inklusif. Di beberapa budaya, hari ini tidak hanya dirayakan oleh pasangan romantis, tetapi juga oleh keluarga, teman, dan rekan kerja sebagai ungkapan kasih sayang. Misalnya, di Finlandia dan Estonia, tanggal 14 Februari dikenal sebagai "Hari Teman," yang menekankan pentingnya hubungan persahabatan.


Namun, Hari Valentine juga menuai kritik, terutama karena dianggap terlalu komersial dan kehilangan makna aslinya. Banyak yang berpendapat bahwa perayaan ini lebih banyak dimanfaatkan untuk mendorong konsumerisme dibandingkan dengan merayakan cinta sejati. Meskipun demikian, Hari Valentine tetap menjadi momen spesial bagi banyak orang untuk menunjukkan kasih sayang mereka, baik melalui hadiah, kartu, atau tindakan sederhana yang penuh perhatian.


Dalam konteks global, perayaan Hari Valentine juga menunjukkan adaptasi budaya yang unik di berbagai negara. Di Jepang, misalnya, wanita memberikan cokelat kepada pria pada tanggal 14 Februari, sementara pria membalasnya sebulan kemudian pada White Day, tanggal 14 Maret. Di Korea Selatan, Hari Valentine juga dirayakan dengan cara serupa, tetapi dengan tambahan Black Day pada 14 April, di mana mereka yang tidak menerima hadiah pada dua hari sebelumnya berkumpul untuk menikmati jajangmyeon (mie dengan saus kacang hitam).


Sementara itu, beberapa negara dengan tradisi budaya atau agama yang berbeda memilih untuk tidak merayakan Hari Valentine atau bahkan melarangnya. Di negara-negara seperti Arab Saudi dan Iran, perayaan Hari Valentine dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama setempat. Meski begitu, pengaruh globalisasi tetap membuat sebagian masyarakat di negara-negara tersebut memperingati Hari Valentine secara pribadi atau dengan cara mereka sendiri.


Hari Valentine, yang awalnya merupakan perayaan agama untuk menghormati seorang martir Kristen, kini telah berkembang menjadi hari yang melambangkan cinta dalam berbagai bentuk. Dengan akar sejarah yang kaya dan evolusi tradisi selama berabad-abad, Hari Valentine terus menjadi simbol universal kasih sayang, melampaui batasan budaya, agama, dan waktu. Baik sebagai hari untuk merayakan hubungan romantis, persahabatan, atau kasih sayang keluarga, Hari Valentine mengingatkan kita akan pentingnya cinta dan hubungan manusia yang tulus.