BT.COM | ROTE -- “Miskin jangan banyak gaya. Mau kuliah di Jawa segala.” Ucapan sinis itu tak akan pernah dilupakan Margaret, gadis asal Pulau Rote, NTT, yang kini membuktikan bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk bermimpi besar. Meski hidup dalam keterbatasan, Margaret berhasil lolos ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), salah satu kampus paling bergengsi di negeri ini.
Margaret hidup di rumah kayu sederhana bersama keluarganya. Rumah itu hanya memiliki satu kamar, dengan sedikit perabotan. Kondisi ekonomi keluarga membuatnya pernah menunggak uang sekolah. Namun, di balik segala keterbatasan itu, semangat Margaret tak pernah padam.
Ironisnya, mimpi besar Margaret sempat diremehkan oleh gurunya sendiri. Hanya karena ia mengungkapkan cita-cita ingin kuliah di UI, sang guru berulang kali melontarkan sindiran.
“Gak bisa bayar uang sekolah tapi mau kuliah di UI,” kata Margaret menirukan ucapan sang guru, sembari menahan air mata.
Rasa kecewa sempat membuat Margaret urung mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Namun, dua hari menjelang penutupan pendaftaran, pada pukul 2 dini hari, ia akhirnya memberanikan diri mendaftar. Hanya satu pilihan: Universitas Indonesia.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk orang tuanya, Margaret menyimpan diam-diam mimpinya itu. “Kalau teman atau mama tanya, saya cuma diam,” ujarnya.
Keajaiban pun datang. Margaret dinyatakan lolos di Fakultas Psikologi UI. Tangis bahagia pecah di rumah kecil mereka. Sang kakak, begitu mengetahui kabar itu, langsung bekerja keras hampir 24 jam sehari demi mengumpulkan biaya untuk keberangkatan Margaret ke Jakarta.
Namun perjuangan Margaret belum usai. Setelah diterima di UI, ia kembali menerima cibiran, kali ini dari tetangganya sendiri.
“Anak pejabat saja pulang bawa utang, apalagi kamu yang miskin,” kata salah satu tetangganya.
“Miskin banyak gaya kuliah di Jawa,” ucap lainnya.
Kata-kata pedas itu tak lagi mematahkan semangat Margaret. Sebaliknya, ia menjadikannya sebagai cambuk untuk terus melangkah.
Kisah inspiratif Margaret sampai ke telinga Imam Santoso, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus influencer pendidikan. Bersama Dr. Sudibyo, dosen legendaris Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, mereka mendatangi rumah Margaret di Rote. Keduanya datang memberikan dukungan moral dan material berupa beasiswa, uang tunai, serta laptop untuk menunjang studi Margaret.
“Kami datang bukan hanya memberi bantuan, tapi untuk menunjukkan bahwa semangat seperti Margaret layak dihargai dan dicontoh,” ujar Imam Santoso.
Kini, Margaret tak hanya menepis keraguan guru dan tetangganya, tapi juga menginspirasi ribuan anak muda di daerah tertinggal bahwa keterbatasan ekonomi bukan akhir dari segalanya.**