Pulau Timor, salah satu gugusan di bagian timur Indonesia, tidak hanya menyimpan kekayaan alam, tetapi juga keberagaman budaya yang unik. Di antara komunitas yang menonjol adalah dua kelompok etnis besar: Timor Dawan (Atoni Pah Meto) dan Timor Tetun. Keduanya sering dianggap serupa oleh orang luar, padahal memiliki perbedaan yang mendalam dan jarang diketahui secara umum.
Perbedaan paling fundamental antara orang Dawan dan Tetun terletak pada sistem sosial dan struktur keturunan yang mereka anut.
Orang Dawan cenderung menjalankan sistem matrilineal semu, yakni garis keturunan dihormati dari pihak perempuan, meskipun laki-laki tetap memegang peran penting dalam pengambilan keputusan adat. Sementara itu, masyarakat Tetun menjalankan sistem patrilineal yang menarik garis keturunan dari pihak ayah dan memberi dominasi pada marga laki-laki dalam hal warisan dan kekuasaan adat.
Struktur kekeluargaan Dawan berkisar pada konsep "Ume Kbubu" sebagai pusat kehidupan adat. Sebaliknya, komunitas Tetun mengorganisir kehidupan mereka berdasarkan struktur kerajaan adat yang hierarkis seperti Wehali dan Likusaen, dengan pengaruh bangsawan atau liurai yang masih terasa hingga kini.
Orang Dawan memiliki pandangan hidup yang lebih spiritual dan holistik. Mereka percaya bahwa alam, leluhur, dan manusia merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu, tanah adat atau naijan tidak boleh diperjualbelikan sembarangan. Tanah adalah identitas dan warisan roh nenek moyang.
Berbeda dengan itu, masyarakat Tetun menempatkan hubungan sosial dan struktur kekuasaan sebagai pusat orientasi hidup. Filosofi mereka lebih banyak dibentuk oleh warisan kerajaan dan keteraturan dalam tatanan adat.
Secara linguistik, Bahasa Dawan atau Uab Meto penuh dengan simbolisme dan perumpamaan. Kalimat-kalimat mereka sarat makna, dan sulit dipahami tanpa pemahaman konteks adat.
Sementara itu, Bahasa Tetun, terutama yang berkembang di wilayah Belu, Malaka, dan Timor Leste, lebih terbuka pada pengaruh luar seperti Portugis dan Melayu. Bahasa ini lebih fleksibel dan banyak dipakai sebagai alat komunikasi antarbudaya di NTT dan Timor Leste.
Ritual adat Dawan berpusat pada alam dan siklus hidup manusia seperti upacara kelahiran, panen, dan kematian yang menekankan keselarasan dengan alam semesta. Upacara seperti naketi dan biat le’u menjadi cara mereka menjaga hubungan spiritual dengan leluhur.
Sedangkan Tetun memiliki ragam upacara yang lebih formal dan simbolik, dengan penekanan pada status sosial. Tari Likurai adalah salah satu contoh upacara penyambutan raja atau tamu kehormatan, yang menegaskan pentingnya struktur kekuasaan dalam budaya mereka.
Walau hidup berdampingan di tanah yang sama, orang Dawan dan Tetun membawa cara pandang yang berbeda terhadap hidup. Yang satu menempatkan alam dan spiritualitas sebagai inti, sementara yang lain menekankan struktur sosial dan politik adat. Keduanya bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk dipahami sebagai dua kekayaan budaya yang saling melengkapi wajah Pulau Timor.
Catatan Redaksi:
Tulisan ini bukan akhir dari penjelasan, melainkan undangan untuk dialog lebih luas. Jika Anda memiliki informasi tambahan, pengalaman budaya, atau kritik terhadap cara pandang yang dipaparkan, silakan sampaikan kritik dan saran Anda. Diskusi terbuka akan membantu kita memahami kompleksitas budaya Timor secara lebih utuh dan adil.
Silakan kirimkan pendapat Anda melalui kolom komentar, email redaksi, atau WhatsApp.