![]() |
Ket. Foto : Advokat Andre Lado, S.H., kuasa hukum Agustinus Fanggi, saat ditemui awak media di PN Kelas IA Kupang, Senin (13/10). |
BT. COM | KUPANG -- Terkait sengketa lahan di Jalan Adi Sucipto (Lampu Merah Oesapa), Agustinus Fanggi melalui kuasa hukumnya, Anderias Lado, S.H., resmi mengajukan gugatan perlawanan eksekusi terhadap objek tanah yang terletak di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Gugatan ini diajukan karena Agustinus Fanggi merasa sebagai pembeli sah atas tanah seluas 535 meter persegi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2287/Oesapa, berdasarkan kesepakatan jual beli dengan pemilik awal, Paulus Kou (terlawan VII), sejak tahun 2007.
Ketika ditemui sejumlah awak media, Senin (13/10/2025), kuasa hukum Agustinus Fanggi, Andre Lado, menjelaskan bahwa kliennya membeli lahan tersebut dengan harga Rp350 juta, yang dibayarkan secara bertahap.
“Pembayaran pertama dilakukan pada 20 April 2007 sebesar Rp25 juta, dan pembayaran kedua sebesar Rp25 juta pada 27 Desember 2008,” ujar Andre.
Menurutnya, kliennya telah menunjukkan itikad baik dengan melakukan pembayaran sebagian dan bersedia melunasi sisa Rp300 juta, asalkan sertifikat tanah dibawa ke notaris untuk ditandatangani akta jual beli (AJB).
Namun, hingga tahun 2015, sertifikat tanah tersebut belum juga diterima karena disebut masih berada di tangan pihak lain.
Lebih lanjut, Andre mengungkapkan bahwa sejak tahun 2017, Agustinus Fanggi telah mendirikan lima unit kamar kos permanen di atas lahan tersebut, masing-masing berukuran 3x4 meter, untuk digunakan sebagai tempat tinggal dan menyimpan barang dagangan.
“Kami punya bukti bahwa klien saya menempati tanah itu secara terbuka, damai, dan terus-menerus,” tambahnya.
Konflik kemudian memuncak pada 4 Agustus 2025, saat pengadilan melakukan pemeriksaan lokasi eksekusi karena terlawan VII, Paulus Kou, dinyatakan kalah dalam perkara perdata sebelumnya, yaitu Nomor 92/Pdt.G/2021/PN KPG.
Andre menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan ataupun diberitahu mengenai perkara tersebut, padahal kliennya telah menempati tanah yang sama sejak 2007.
“Klien saya bukan pihak dalam perkara itu. Tiba-tiba datang eksekusi tanpa pemberitahuan. Padahal dia sudah membayar dan membangun di atas lahan tersebut. Maka kami meminta agar eksekusi ditunda sampai ada kepastian hukum mengenai siapa yang berhak atas tanah itu,” tegas Andre.
Dalam gugatan perlawanan eksekusi yang diajukan ke Pengadilan Negeri Kupang, pihak Agustinus Fanggi meminta agar pengadilan:
1. Menyatakan jual beli antara Agustinus Fanggi dan Paulus Kou sah menurut hukum.
2. Menyatakan kwitansi pembayaran yang dilakukan sah dan memiliki kekuatan hukum.
3. Menetapkan bahwa Agustinus Fanggi memiliki hak tinggal dan hak atas bangunan di atas objek tanah sengketa.
4. Memerintahkan agar eksekusi ditangguhkan hingga adanya putusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht).
Dalam argumentasinya, kuasa hukum mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 126K/Sip/1976 dan Nomor 1248 K/Pid/2019, yang pada pokoknya menyatakan bahwa perjanjian jual beli tetap sah meskipun akta belum dibuat, selama syarat-syarat jual beli telah terpenuhi. Selain itu, tindakan eksekusi atas objek yang masih dalam sengketa pihak ketiga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Saat ini, perkara perlawanan eksekusi yang diajukan oleh Agustinus Fanggi masih dalam tahap proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Kupang.
Pihaknya berharap, majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta kepemilikan dan penguasaan fisik tanah yang telah berlangsung sejak 2007, sebagai dasar keadilan dalam menentukan siapa pihak yang benar-benar berhak atas lahan di Lampu Merah Oesapa tersebut.**