BT.COM | OELAMASI – – Ratusan masa aksi geruduk kantor DPRD Kabupaten Kupang dengan mosi tidak percaya terkait penyaluran bantuan dana Seroja yang tidak tersalurkan sesuai juknis, dan penuh dengan dugaan manipulasi data.
Unjuk rasa yang dikoordinir oleh Melianus Alopada, mengulas bencana alam yang terjadi tiga tahun yang lalu tepatnya 4 April 2021, bencana tersebut dikenal sebagai Siklon Tropis Seroja.
Pantauan media ini, ratusan masa aksi tiba di kantor DPRD sekitar pukul 12:00 WITA pada Rabu 29 November 2023 lansung melakukan orasi dengan mengecam DPRD untuk segera memanggil Bupati Kupang dan para anggota DPRD.
Empat jam berorasi, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kupang akhirnya datang ke kantor DPRD dan beberapa menit berselang Bupati Kupang bersama rombongan pun hadir di DPRD, namun rupanya bukan untuk menemui masa aksi melainkan ada agenda rapat di DPRD Kabupaten Kupang.
Setelah tim lobi masa aksi Ferdi Tanesib melakukan negosiasi akhirnya ada kesepakatan untuk bertemu dengan para pimpinan daerah yang bersangkutan dengan persoalan bantuan dana Seroja yakni, akan dipertemukan Bupati Kupang Korinus Masneno, PLT. Sekda Kabupaten Kupang Rima K.S Salean, Ketua DPRD Kabupaten Kupang Danial Taimenas dan Kalak BPBD Semi Tinenti.
Mirisnya pertemuan yang sudah di depan mata batal, dikarenakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang bersama para Pimpinan DPRD Kabupaten Kupang membohongi masa aksi terkait ruangan pertemuan.
Korlap Aks, Melianus alopada kepada awak media mengatakan bahwa ada sebuah penghianatan besar dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD didepan mata ratusan masa aksi.
"Sudah lobi untuk bertemu saja di luar karena ada tempat duduk walaupun di tanah tapi masyarakat bisa nyaman duduk, masalah tim lobi DPRD bilang harus di dalam supaya duduk lebih layak dan ruangan yang lebih baik agar semua aspirasi bisa tersampaikan dengan baik dan bisa lansung direkomendasikan hasil pertemuan ke APH. Anehnya sampai di ruangan lantai 2, ternyata yang disiapkan katanya bukan untuk aliansi pemuda dan mahasiswa peduli masyarakat Kabupaten Kupang, namun untuk para OPD Kabupaten Kupang dan DPRD untuk lakukan rapat sehingga disiapkan satu ruangan khusus yang di dalamnya hanya ada 4 kursi, dan satu meja lalu bagaimana kami duduk di lantai para tuan raja (pemerintah daerah dan DPRD) duduk di atas kursi, kalau persiapan seperti itu maka sama saja dengan ruangan yang ada dibawa," Ungkap Melianus.
Melihat ruangan tersebut kata Melianus, ruangan tersebut tidak lebih layak dari ruangan yang ada di lantai satu, sama saja masa aksi duduk di atas lantai, mestinya ruangan yang layak itu masyakarat duduk di atas kursi apa lagi ini forum diskusi yang dipertemukan Bupati Kupang dengan warganya.
Melianus juga menegaskan, pemerintah daerah tidak memiliki hati nurani karena tidak menghargai masyarakat yang dipimpin bahkan ada upaya penghinaan yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif terhadap masyarakat.
"Ini dua Lembaga (Eksekutif-Legislatif) rencana mau menghina masyarakat yang melakukan aksi damai, masa ajak kami ke ruangan yang hanya ada 4 kursi, untuk para pimpinan DPRD dan Pemerintah daerah kabupaten Kupang. Kemudian kami duduk di lantai hal ini kami maknai sebuah Penghianatan terhadap masyarakat dan konstitusi, karena yang paling besar adalah rakyat, kedaulatan itu ada di rakyat tapi dong maunya kami duduk di lantai dan para tuan raja (Pimpinan OPD Kabupaten Kupang) duduk di kursi," Ujar Mel Alopada.
Lebih lanjut, dalam pantauan media ini sempat terjadi lobi dan negosiasi yang dilakukan oleh para anggota DPRD untuk bisa adanya pertemuan secara persuasif akhirnya berhasil namun pimpinan DPRD yang ditemui masa aksi, Yohanis Mase belum selesai menjelaskan ke enam poin tuntutan karena dianggap masa aksi apa yang disampaikan tidak sesuai konteks persoalan hingga terjadi adu argumentasi dan saling mengancam antara DPRD dan masyarakat akhirnya kacau alias keos.
Setelah bersitegang antara Pimpinan DPRD Yohanis Mase Selaku Wakil Ketua DPRD dengan masyakarat yang tergabung dalam aliansi saat melakukan aksi, aliansi kemudian memaknai pertemuan itu sebagai suatu momen dukacita yang telah terjadi di wilayah Pemerintahan Daerah Kabupaten Kupang, dan pada akhirnya masa aksi membakar seribu lilin di teras gedung DPRD sebagai bentuk duka cita atas matinya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPRD.(**)