Notification

×

IKIF dan Warga Naunu Ultimatum Bupati Kupang

Minggu, 28 September 2025 | September 28, 2025 WIB Last Updated 2025-09-28T08:47:03Z


BT. COM | KUPANG -- Keluhan masyarakat Desa Naunu terkait pencabutan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 4 Tahun 2000 dinilai diabaikan Pemerintah Kabupaten Kupang. Akibatnya, warga bersama Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF) mengancam akan menduduki Kantor Bupati Kupang pada pekan depan.


Yosepus Bas, salah satu warga, mengatakan rencana aksi tersebut merupakan wujud kekecewaan masyarakat kecil terhadap sikap pemerintah daerah yang dinilai abai.


“Rencana kedatangan kami ke kantor bupati adalah bentuk kekecewaan terhadap Bupati Kupang yang kami nilai mengabaikan keluhan masyarakat terkait tanah HPL Desa Naunu,” ujarnya kepada media ini.


Menurut Yosepus, berbagai upaya sudah ditempuh, mulai dari audiensi hingga petisi, namun tidak pernah mendapat tanggapan serius dari pemerintah daerah.


“Kami sudah berdiskusi, bersurat, tapi belum ada respons. Karena itu, Minggu depan kami tetap turun untuk pastikan sekaligus membawa pulang surat rekomendasi pencabutan HPL,” tegasnya.


Hal senada disampaikan Yusmin Beba. Ia mengaku kecewa karena surat permohonan pertemuan yang dikirimkan masyarakat tak pernah direspons. Bahkan ketika mereka mendatangi Kantor Bupati pada Senin, 22 September 2025, mereka hanya ditemui Asisten I.


“Kami pulang tanpa hasil. Kami ingin bertemu Bupati langsung, tapi sampai sekarang keluhan kami diabaikan,” katanya.


Yusmin menambahkan, masyarakat telah menyiapkan perbekalan untuk bermalam di Kantor Bupati Kupang. “Kami sudah siapkan ubi, pisang, jagung, dan makanan lain untuk tinggal di kantor bupati sampai ada surat rekomendasi pencabutan HPL Nomor 4 Tahun 2000,” ungkapnya.


Ketua Umum IKIF, Asten Bait, membenarkan rencana aksi tersebut. Menurutnya, aksi yang akan digelar bukan sekadar narasi, melainkan aksi damai yang berpotensi berlangsung lama.


“Benar, kami akan menggelar aksi dengan menduduki kantor bupati selama kurang lebih satu minggu, bahkan bisa lebih, jika surat rekomendasi pencabutan HPL tidak dikeluarkan,” ujarnya.


Asten menegaskan, aksi ini merupakan tindak lanjut dari ultimatum masyarakat kepada Bupati Kupang yang memberi tenggat tiga hari sejak 22 September 2025 untuk mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan HPL.


“Sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Karena itu, masyarakat kecewa dan memilih turun langsung,” pungkasnya.**